MODEL PEMBELAJARAN PROBEM BASED LEARNING
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT
atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dari mata
kuliah Strategi belajar dan mengajar fisika “Model
pembelajaran berbasis masalah ( problem –based learning )”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Bahasa Indonesia kami Bapak
Tanjun yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Jambi ,
31 oktober 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini
masih juga ditemukan pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek
belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan potensi yang
dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan
tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga
mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang diberikan.
Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh
guru.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda
dengan model pembelajaran yang lainnya, dalam model pembelajaran ini, peranan
guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan
memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya
guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling
utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat
meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam
berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan
masalah secara sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika
guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas
itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi
berbagai masalah.
Jika
dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini
berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Melalui model
pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan
hanya perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam
bidang affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.
Model
pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan
teoritisnya. Fokus pembelajaran pada model ini menekankan pada apa yang peserta
didik pikirkan selama mereka terlibat dalam proses pembelajaran, bukan pada apa
yang mereka kerjakan dalam proses pembelajaran.
Seperti
halnya model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah ini
menemukan akar intelektualnya dalam karya John Dewey. Di dalam Democracy and
Education (1916), Dewey mendiskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan
sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi
laboratorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
Pedagogis Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam berbagai
proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah
sosial dan intelektual penting.
1.2 Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini tidak lain adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian Problem-Based Learning
2. Tujuan
Problem-Based Learning
3. Karakteristik Problem-Based Learning
4.
Langkah-Langkah Problem-Based
Learning
5.
Peran Problem-Based Learning
6.
Penggunaan Problem-Based Learning
7.
Kelebihan Problem-Based Learning
8.
Kekurangan Problem-Based Learning
BAB II
LITERATUR
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran adalah
interaksi antara pendidik , peserta didik, dan sumber belajar di dalam
lingkungan belajar tertentu. Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang
relative permanen sebagi akibat dari pengalaman dan adanya perubahan jangka
panjang dalam representasi atau asosiasi mental sebagai hasil dari pengalaman.
Definisi belajar cukup banyak, perbedaan tersebut karena adanya perbedaan
perspektif dari berbagai teori berkembang . Teori-teori tersebut di antaranya
behaviorisme ,kognitivisme maupun konstruktivisme, sehingga masing-masing paham
menimbulkan implikasi yang berbeda juga pada proses belajar mengajar.
Model problem based-learning sebagai tipe
pembelajaran konstruktif yang dapat meningkatkan dan menumbuhkan kemampuan
berpikir kristis dan kreatif dimana tujuan akhirnya ialah untuk membentuk
kemampuan pemecahan masalah seseorang dan mampu mengambil keputusan yang
beralasan di dalam situasi asing (Huriah , 2018, p. 1 dan 11).
Pembelajaran
berbasis masalah (PBL) adalah strategi pembelajaran yang menarik. Daripada
membaca atau mendengar tentang fakta dan konsep yang mendefinisikan bidang
studi akademik, siswa memecahkan masalah realistis (meskipun, simulasi) yang
mencerminkan keputusan dan dilema wajah orang setiap hari Banyak yang
berpendapat bahwa PBL adalah strategi pembelajaran yang kuat dan menarik yang
mengarah pada pembelajaran berkelanjutan dan dapat dipindah tangankan (Mergendoller, 2006, p.2).
Problem-based learning (PBL) is an appéaling
instructional strategy. Rather than reading or hearing about the facts and
concepts that define an academic field of study, students solve realistic
(albeit, simulated) problems that reflect the decisions and dilemmas peo- ple
face every day Many argue that PBL is a powerful and engaging learning strategy
that leads to sustained and transferable learning.
Problem-based
learning adalah sebuah model pembelajran
yang beorientasi untuk memecahkan masalah. PBL sebagai model pembelajaran
berusaha meneguhkan berbagai situasi bermasalah
yangauntentik dan bermakna kepadasiswa,yang dapat berfungsikan dalam
melakukan penyelidikan. Dalam proses PBL dilakukan sebagai kolaboratif,dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil yangterfasilitasi,
sebagaimana mereka bekerja secara individu (Muniroh,
2015, p. 37).
PBL
merupakan suatu model pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Dengan demikian PBL merupakan suatu model
instruksional antara guru dengan peserta didik melalui pemecahan masalah
berdasarkan pengalaman peserta didik itu sendiri. Peserta didik dalam PBL
diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir. Sedangkan
guru hanya berperan fasilitator, dalam hal ini memfasilitasi konstruksi dalam
mengkolaborasi pengetahuan peserta didik. Diharapkan nantinya dengan model ini
peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi berdasarkan
pengalamannya. (Hariyati et all, 2013,
p.723).
Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu yang paling baik
dijelaskan metode pembelajaran interaktif, dan banyak klaim itu lebih efektif
daripada metode tradisional dalam hal kemampuan belajar sepanjang hayat, dan
lebih menyenangkan. Di awal 1990-an, empat tinjauan sistematis medi sarjana.
Pendidikan cal berhati-hati mendukung jangka pendek dan hasil jangka panjang
dari pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional. Sejak itu, banyak kurikulum medis telah berubah menjadi masalah
berdasarkan pembelajaran, tetapi ulasan terbaru telah mempertanyakan nilai
pembelajaran berbasis masalah di tingkat sarjana pendidikan kedokteran.
Pendidikan kedokteran pascasarjana dan berkelanjutan berbeda dari
pendidikan sarjana di mana mereka pergi di luar peningkatan pengetahuan dan
keterampilan untuk meningkatkan kompetensi dokter dan kinerja dalam praktik,
akhirnya mengarah ke kesehatan pasien yang lebih baik. Masalah pembelajaran
berbasis mungkin juga efektif dalam konteks ini. Ada beberapa bukti bahwa sesi
interaktif bisa mengubah praktik profesional, tetapi ada beberapa uji coba yang
dilakukan dengan baik.
Kami tidak dapat menemukan ulasan tentang efektivitas pembelajaran
berbasis masalah dalam melanjutkan medis pendidikan. Studi evaluasi yang
terkendali menyediakan bukti terbaik tentang efektivitas metode pendidikan,
sejalan dengan pergerakan bukti medis terbaik education. Oleh karena itu kami
melakukan sistematis tinjauan literatur untuk mencari tahu apakah ada bukti
bahwa pembelajaran berbasis masalah dalam melanjutkan medis pendidikan itu
efektif (Smitts , 2002, p.153).
Problem based
learning is one of the best described methods of interactive learning, and many
claim it is more effective than traditional methods in terms of lifelong
learning skills, and is more fun. In the early 1990s, four systematic reviews
of undergraduate medical education cautiously supported the short term andlong
term outcomes of problem based learning compared with traditional learning.
Since then, many medical curricula have changed to problembased learning, but a
recent review has questioned the value of problem based learning in
undergraduate medical education.
Postgraduate and
continuing medical education differ from undergraduate education in that they
go beyond increasing knowledge and skills to improving physician competence and
performance in practice, ultimately leading to better patient health. Problem
based learning may also be effective in this context. There is some evidence
that interactive sessions can change professional practice, but there have been
few well conducted trials.
We could find no reviews of the effectiveness of
problem based learning in continuing medical education. Controlled evaluation
studies provide the best evidence of effectiveness of educational methods, in
line with the movement of best evidence medical education. We therefore
conducted a systematic review of the literature to find
out if there is evidence that problem based learning in continuing medical
education is effective.
Belajar
berdasarkan masalah atau PBL adalah startegi pembelajaran yang dasar
filosofinya konstruktivisme. PBL dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan
yang bersifat ill-structured, terbuka, dan mendua PBL dapat membangkitkan minat
siswa, nyata, dan sesuai untuk membangun kemampuan intelektual. bahwa PBL dapat
melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Arnyana, 2006, p.501).
Pembelajaran berbasis masalah pada tingkat yang paling mendasar adalah
metode pembelajaran yang ditandai dengan penggunaan siswa untuk belajar
keterampilan pemecahan masalah dan memperoleh pengetahuan tentang dasar dan
ilmu klinis. “Garis besar dasar dari proses pembelajaran berbasis masalah
adalah menghadapi masalah pertama, pemecahan masalah dengan keterampilan
penalaran klinis dan mengidentifikasi kebutuhan belajar dalam proses
interaktif, belajar mandiri, menerapkan pengetahuan yang baru diperoleh untuk
masalah, dan meringkas apa yang telah dipelajari” (Albanese dan Mitcell , 1993, p.53).
Difining what
exactly constitutes PBL was a confusing and somewhat contentious task. The
complexity of defining PBL is reflected in the fact that barrows (1986) felt it
necessary to develop a taxonomy of PBL types to help clarify the situation. The
following constitutes our best attempt at synthesizing a definition from key
sources.
Problem-based
learning at its most fundamental level is an instructional method characterized
by the use of students to learn problem solving skills and acquire knowledge about the basic and the clinical
sciences. “The basic outline of the problem-based learning process is
encountering the problem first, problem-solving with clinical reasoning skills
and identifying learning needs in an interactive process, self study, applying
newly gained knowledge to the problem, and summarizing what has been learned.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Problem-Based
Learning (PBL)
Menurut Huriah (2018, p. 11) Tujuan problem
based learning, diantaranya :
1.
Menghasilkan pengetahuan yang terpadu,
diterapkan dan cakupan pembelajaran yang luas
2.
Mengembangkan kemandirian, dan keterampilan
di dalam belajar seumur hidup
3.
Mengembangkan keterampilan praktis seseorang,
profesional, dan interpersonal
4.
Mengembangkan motivasi belajar, bertanya, dan
memahami
5.
Awal masuk situasi ke dalambudaya dan
nilai-nilai kesehatan dan menumbuhkan kepedulian sosial dan sikap profesional
6.
Mengembangkan kerja sama dan keterampilan
secara tim
7.
Meningkatkan kemampuan beradaptasi dan
berpartisipasi dalam perubahan
8.
Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah,
mengambil keputusan dalam situasi asing
9.
Meningkatkan kemampuan seseorang di dalam
berfikir kritis dan berfikir kreatif.
2.1.3 Karakteristik Problem-Based
Learning (PBL)
Menurut (Sudewi et all, 2014, p. 2-3) karakteristik Problem-Based Learning sebagai
berikut .
1. Proses pembelajaran bersifat student-centered,
2. Proses pembelajaran berlangsung pada kelompok kecil,
3. Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing,
4. Permasalahan-permasalahan yang disajikan merupakan
stimulus pembelajaran,
5. Informasi
barudiperoleh dari belajar secara mandiri (self-directed learning), dan
6.
Masalah merupakan wahana untuk mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah.
2.1.4 Kelebihan Problem-Based
Learning (PBL)
Menurut Huriah (2018, p. 23) Kelebihan problem based
learning :
a. PBL berpusat pada mahasiswa: memotivasi pembelajaran aktif, meningkatkan
pemahaman, dan stimulus seseorang untuk terus belajar selama hidupnya.
b. Kompetensi umum : PBL memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan sikap
dan keterampilan umum yang dikehendaki di masa mendatang
c. Integrasi : PBL memfasilitasi integrasi kurikulum inti
d. Motivasi : PBLmenyenangkan bagi tutor dan mahasiswa serta prosesnya
melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran
e. Pembelajaran mendalam : PBL meningkatkan kemampuan pemahaman mendalam
bagi mahasiswa
f.
Pendekatan kontrukstif : mahasiswa aktif
berdasarkan pengetahuan dan membangun kerangka konseptual dari pengetahuan
tersebut
Menurut
Sudewi (2014, p.3) keuntungan model
PBL adalah:
(1) Menyediakan
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penelitian;
(2) Membangun keterampilan berpikir kritis;
(3) Mengenal content materi subyek dan membangun tujuan
sesuai konsep;
(4) Memberdayakan peserta didik menjadi seseorang ahli dalam
bidang tertentu;
(5) Memungkinkan peserta
didik menghasilkan lebih dari satu bentuk solusi;
(6) Menyatakan ketidaktentuan dan kebutuhan untuk
mengembangkan asumsi; dan
(7)
Memotivasi peserta didik belajar.
Menurut
Wasonowati (2014, p.68) Model
PBL dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain adalah:
1) Pemecahan
masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan berpikir
kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru,
2) Pembelajaran
dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa,
3) Model
PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan
4)
Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa
untuk menerapkan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam dunia nyata.
2.1.5 Kekurangan Problem-Based
Learning (PBL)
Menurut Huriah (2018, p. 23) Kekurangan Problem based
learning :
a.
Tutor yang tidak dapat mengajar : tutor
merasa nyaman dengan metode tradisional sehingga kemungkinan PBL akan terasa
membosankan dan sulit
b.
Sumber daya manusia : lebih banyak staf yang
terlibat dalam proses turorial ini a.
Sumber-sumber lain : sebagian besar mahasiswa
memerlukan akses pada perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan pula
b.
Model peran : kemungkinan mahasiswa mengalami
kekurangan akses pada dosen yang berkualitas dimana dalam kurikulum tradisional
memberikan kuliah dalam kelompok besar
c.
Informasi berlebihan : mahasiswa kemungkinan
tidak yankin dengan seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan
informasi apa yang relevan dan berguna.
Menurut Baden dan
Wilkie (2006, p.4) Banyak kekhawatiran yang dikemukakan oleh para delegasi
pada konferensi pembelajaran berbasis masalah di seluruh dunia termasuk apakah
PBL-online akan :
·
Mempengaruhi keberadaan pembelajaran berbasis
masalah tatap muka karena PBL-online akan dilihat sebagai tujuan biaya yang
lebih efektif
·
Menghilangkan beberapa tujuan asli dari
pembelajaran berbasis masalah karena beberapa bentuk pembelajaran berbasis
masalah online cenderung fokus pada pemecahan masalah yang ditetapkan secara
sempit yang gagal mendorong siswa untuk menjadi penanya independen yang
memiliki pembelajaran sendiri.
·
Mengurangi dampak pembelajaran dalam tim,
dalam hal siswa belajar untuk bekerja meskipun kesulitan tim dan konflik dalam
cara yang dibutuhkan pembelajaran berbasis masalah tatap muka.
Many of the
concerns raised by delegates at problem-based learning conferences around the
world include whether PBLonline will :
·
Affect
the existence of face-to-face problem-based learning sincePBLonline will be
seen as being more cost effective
·
Destroy
some of the original aims of problem-based learning since some forms of online
problem-based learning tend to focus on solving narrowly defined problems that
fail to encourage student to be independent inquirers who own their learning
· Reduce the impact of learning in teams, in
terms of students learning to work though team difficulties and conflicts in
the way required by face-to-face problem-based learning.
2.1.6 Model Pengajaran Sintaks Problem-Based
Learning (PBL)
|
Merencanakan
Pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis-Masalah
|
|
Mengidentifikasi topik
|
|
Menentukan tujuan belajar
|
|
Mengidentifikasi masalah
|
|
Mengakses materi
|
Model ini dimulai dengan menghadapkan (menghadapi adalah makna penggunaannya dalam penelitian ilmiah- lebih memperjelas sesuatu yang akan dipelajari bukannya menghadapinya dalam gerakan yang agak tidak baik yang diajarkan kepada para pendebat) para mahasiswa dengan masalah menstimulasi. Konfrontasi dapat disajikan secara verbal, ataumungkin menjadi pengalaman nyata; konfrontasi dapat muncul secara alamiah, atau dapat disajikan oleh guru. Jika siswa-siswa bereaksi, guru mendasarkan perhatiannya pada perbedaan-perbedaan dalam reaksi mereka- pendirian apa yang mereka ambil, apa yang mereka pahami, bagaimana mereka mengatur segala hal, dan apa yang mereka rasakan. Ketika siswa-siswa mulai tertarik pada perbedaan dalam reaksi, guru menarik para siswa ke arah perumusan dan penyusunan masalah untuk diri mereka sendiri. Kemudian, para siswa menganalisis peran-peran yang diperlukan, mengatur diri mereka sendiri, bertindak, dan melaporkan hasilnya. Akhirnya, kelompok mengevaluasi solusinya dalam hal tujuan aslinya. Siklus berulang dengan sendirinya, baik berhadapan dengan yang lain atau dengan masalah lain yang menumbuhkan investigasi dengan sendirinya (Joyce et all, 2016, p.401).
Menurut Neville (2008, p.3-4) Sebagai
pemikiran terakhir dalam penyelesaian perdebatan antara mereka yang baik untuk
atau melawan konstruktivis. Dengan pendekatan PBL, seseorang sebenarnya bisa
mempertimbangkan penggunaan yang sebenarnya dari kasus tutorial sebagai fokus
untuk belajar. Argumen utama dari anticonstructivists adalah bahwa pemecahan
masalah. Pencarian adalah cara yang tidak efisien untuk mengubah ingatan jangka
panjang karena fungsinya adalah mencari solusi masalah, bukan mengubah memori
jangka panjang. Dengan kata lain, masalah terpecahkan mencari overburdens
kapasitas memori kerja yang terbatas.
Namun, proses mengerjakan kasus tutorial dalam lingkungan PBL jauh
melampaui sekadar mencoba memecahkan masalah. Schmidt menjelaskan proses 7
langkah yang melambangkan proses PBL:
·
Mengklarifikasi dan menyetujui definisi kerja
yang tidak jelas istilah dan konsep;
·
Mendefinisikan masalah, menyetujui fenomena
apa yang diperlukan penjelasan;
·
Menganalisis implikasi komponen, penjelasan
yang disarankan (melalui
brainstorming) dan mengembangkan hipotesis kerja;
brainstorming) dan mengembangkan hipotesis kerja;
·
Mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengatur
penjelasan yang mungkin dalam hipotesis kerja;
·
Menghasilkan dan memprioritaskan tujuan
pembelajaran;
·
Pergi dan meneliti tujuan-tujuan ini di
antara tutorial;
·
Melaporkan kembali pada tutorial berikutnya,
mensintesis penjelasan komprehensif tentang fenomena dan pengajuan kembali
disintesis informasi yang baru diperoleh untuk masalah.
As a final thought
in the resolution of the debate between those who are either for or against a
constructivist PBL approach, one could in fact consider the actual use of the
tutorial case as focus for learning. The main argument of the
anticonstructivists is that a problem-solving search is an inefficient way of
altering long-term memory because its function is to find a problem solution,
not alter long-term memory. In other words, a problemsolving search overburdens
limited working memory capacity.
However, the
process of working on a tutorial case in a PBL environment goes far beyond
simply trying to solve a problem. Schmidt described a 7-step process that
typifies the PBL process:
·
Clarifying
and agreeing on working definitions of unclear terms and concepts ;
·
Defining
the problems, agreeing which phenomena require explanation ;
·
Analyzing
component implications, suggested explanations (through brainstorming) and
developing a working hypothesis;
·
Discussing,
evaluating and arranging the possible explanations in a working hypothesis ;
·
Generating
and prioritizing learning objectives;
·
Going
away and researching these objectives between tutorials ;
·
Reporting
back at the next tutorial, synthesizing a comprehensive explanation of the
phenomena and reapplying synthesized newly acquired information to the
problems.
Menurut Sadia (2007, p.6-7 ) Langkah-langkah yang
perlu diperhatikan dalam merancang program pembelajaran problem based
learning sehingga proses pembelajaran benar-benar menjadi berpusat pada
siswa (student-centered) adalah sebagai berikut.
1)
Fokuskan permasalahan (problem)
sekitar pembelajaran konsep-konsep sains yang esensial dan strategis.
2)
Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui
eksperiment atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan
untuk memecahlkan masalah yang dihadapinya.
3)
Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki,
yang merupakan proses latihan metakognisi.
4)
Berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka
kemukakan. Penyajiannya dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau
publikasi (jurnal ilmiah) atau dalam bentuk penyajian poster.
Menurut Muniroh (2015,p. 41)
Ada beragam pendapat dalam mengungkapkan tahapan pembelajaran PBL, yang
mempunyai karakteristiknya masing-masing, kelebihan dan kekurangan. menunjukkan
setidaknya ada lima sintaks pembelajaran berbasis masalah, seperti di bawah ini
:
1.
Mengorientasi siswa pada permasalahannya
2.
Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
3.
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
4.
Mengembangkan dan mempersentasikan exhibit
dan artefak
5.
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
2.1.7 Metode Pengajaran Sistem Sosial Problem-Based Learning (PBL)
Sistem
sosial bersifat demokratis, dipandu oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan
dari, atau setidaknya divalidasi oleh, pengalaman kelompok- dalam batas-batas
dan dalam hubungan dengan fenomena membingungkan yang diidentifikasi oleh guru
sebagai objek untuk kajian. Kegiatan-kegiatan kelompok muncul dengan jumlah
struktur eksternal minimal yang diberikan oleh guru. Siswa dan guru memiliki
status sama kecuali untuk perbedaan-perbedaan peran. Situasi tersebut merupakan
salah satu dari alasan dan negoisasi (Joyce
et all, 2016, p.402).
Dalam tahap kedua pembelajaran berbasis masalah, ketika kelas sedang
memecahkan masalah, guru bertindak sebagai pemandu, atau fasilitator. Guru
mengatur klimaks, membantu siswa untuk terhubung ke permasalahan, mengatur struktur
kerja, mengulas permasalahan siswa, mengulas kembali permasalahan siswa,
memfasilitasi produksi produk atau kinerja dan mendorongnya untuk menemukan
solusi dengan sendirinya.
Di sini, sebagian besar pekerjaan dilakukan di belakang panggung. Instruktur
harus memeriksa sumber daya yang tersedia untuk penelitian dan memperingatkan
personil sekolah jika mereka akan diaktivasi oleh siswa. Jika bagian dari
pekerjaan siswa akan menjadi presentasi sebelum dewan kota, dewan sekolah, atau
kelompok lain, guru prerlu mengukur penerimaan kelompok-kelompok ini ketika
didekati oleh siswa (Delisle ,1997,
p.16).
2.1.8 Metode Pengajaran Prinsip-Prinsip Reaksi Problem-Based Learning
(PBL)
(PBL)
Menurut Joyce et all (2016,
p.402-403) Peran guru dalam investigasi kelompok adalah peran sebagai
konselor, konsultan, dan pengkritik yang ramah. Guru harus memandu dan
merefleksikan pengalaman kelompok pada tiga level: level pemecahan masalah atau
level tugas (Apakah sifat masalah tersebut? Apakah faktor-faktor yang
terlibat?), level manajemen kelompok (Informasi apa yang kita perlukan
sekarang? Bagaimana kita mengatur diri kita sendiri untuk mendapatkannya?), dan
level makna individual (Bagaimana Anda merasakan tentang kesimpulan-kesimpulan
ini? Apa yang kalian kerjakan secara berbeda sebagai akibat dari mengetahui
tentang...?). Peran pengajaran ini sulit dan sensitif, karena inti
daripenelitian adalah kegiatan siswa- masalah tidak dapat dipaksakan. Pada saat
yang bersamaan, guru harus : (1) memfasilitasi proses kelompok, (2) turut serta
dalam kelompok untuk menyalurkan energinya kepada kegiatan-kegiatan pendidikan
yang berpotensi, dan (3) mengawasi kegiatan-kegiatan pendidikan ini sehinga
makna pribadi datang dari pengalaman. Interverensi oleh guru sebaiknya minimal
kecuali kelompok tersebut mengalami hambatan serius.
Guru yang menggunakan PBL menghadapi tugas yang sulit
untuk membimbing tanpa memimpin dan membantu dengan mengarahkannya. Pekerjaan
semacam itu melibatkan pembimbingan siswa melalui proses pengembangan,
menentukan apa yang mereka ketahui dan apa yang harus mereka ketahui,dan
memutuskan bagaimana mereka manjawab pertanyaan mereka sendiri. Sebagai siswa
penelitian dan pemecahan masalah, para guru menawarkan saran ketika para siswa
tampak terjebak dan mengusulkan alternatif lain ketika penelitian atau solusi
mereka tampak tidak memadai (Delisle
,1997, p.16).
In the second stage
of problem-based learning, when the class works on the problem, the teacher
assumes the role of guide, or facilitator. The teacher sets the climate, help
students connect to the problem, sets up a work structure, visits the problem
with students, revisits the problem,facilitates the production of a product or
a performance, and encourages self-evaluation.
Here, too, much of
the work takes place backstage. The instructor must check on the resources
available for research and alert school personnel if they will be contacted by
students. If part of students’ work will be a presentation before the city
council, school board, or another group, the teacher will need to gauge these
groups’ receptiveness at being approached by students.
Teachers using PBL face difficult task of
guiding without leading and assisting without directing. Such work involves
guiding students through the process of developing possible solutions,
determining what they know and what they must find out, and deciding how they
could answer their own questions. As students research and problem solve,
teachers offer suggestions when students seem stuck and propose alternatives
when their research or solutions do not appear to be adequate.
2.1.6 Model Pengajaran Sistem Pendukung Problem-Based Learning (PBL)
Sistem pendukung untuk investigasi kelompok sebaiknya bersifat ekstensif
dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan siswa. Sekolah perlu dilengkapi dengan
perpustakaan yang bagus dengan berbagai jenis media; perpustakaan sebaiknya
juga mampu memberikan akses ke sumber daya dari luar. Anak-anak sebaiknya
didorong untuk meneliti dan mengontak smber daya di luar dinding sekolah. Satu
alasan bagi penelitian kooperatif jenis ini yang sifatnya relatif jarang adalah
sistem pendukungnyatidak cukup untuk mempertahankan tingkat penelitian (Joyce etall, 2016, p.403).
Kesuksesan pembelajaran berbasis-masalah tergantung pada kemampuannya
menghadapkan murid dengan masalah-masalah realistis yang akan membantu mereka
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan untuk mandiri (self direction). Satu tujuan penting
kala menggunakan model ini adalah membawa dunia nyata ke ruangkelas untuk
diselidiki dan dianalisa.
Akan tetapi, kebanyakan masalah yang disajikan di dalam buku teks sudah
terumuskan jelas dan juga rutin. Lagi pula, informasi yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalahbiasanya sudah dimasukkan. Bahkan operasi pemecahannya kerap
tersirat di dalam kata-kata yang ada, seperti dalam pertanyaan, “Berapa banyak
lagi?” yang menyiratkan pengurangan. Kurangnya pengalaman ini membantu
menjelaskan mengapa para murid tidak menjadi pemecah masalah yang lebih baik.
Juga, ini membantu kita memahami mengapa murid-murid Scott dan Laura berupaya
keras menghadapi masalah-masalah yang mereka coba pecahkan.
Untuk menghadapi isu-isu ini, para pakar telah berusaha memenfaatkan
teknologi untuk menyajikan masalah-masalah rumit dunia nyata. Salah satu upaya
yang paling terkenal adalah seri yang berjudul The Adventures of Jasper Woodbury, yang diciptakan oleh kelompok
Cognition and Technology di Vanderbilt. Seri ini terdiri dari 12 pertualangan
berbasis-cakram video yang berfokus pada penemuan masalah dan pemecahan masalah
(Eggen and Kauchak, 2016, p. 322).
Menurut Mills and Treagust(2003,
p.4) Pembelajaran berbasis masalah telah digunakan untuk pelatihan
profesional dalam kedokteran sejak tahun 1960-an dan sekarang digunakan secara
luas di bidang itu. Itu juga diimplementasikan dalam profesi kesehatan terkait.
Telah disarankan oleh banyak orang sebagai solusi untuk masalah pendidikan
teknik yang dibahas di atas, dan telah diimplementasikan secara terbatas dalam
beberapa program rekayasa.
Desain adalah salah satu proses dan kegiatan mendasar dalam rekayasa
(dan pada dasarnya semua kegiatan rekayasa lainnya berhubungan dengan itu
misalnya implementasi atau konstruksi desain atau proses dan pemeliharaan
fasilitas atau produk). Strategi untuk desain mengajar seperti yang telah
dipraktekkan di program rekayasa selama bertahun-tahun (meskipun seperti yang
dinyatakan dalam masalah kritis no.2, tidak pada tingkat yang cukup) memiliki
banyak kesamaan dengan masalah berbasis strategi pembelajaran. Ini telah
diringkas oleh Williams & Williams [9] sebagai berikut:
·
Keduanya memiliki banyak fase atau tahapan
untuk dilalui selama proyek atau masalah.
·
Keduanya mulai dengan masalah atau situasi
yang teridentifikasi yang mengarahkan area siswa atau konteks pembelajaran.
·
Penelitian yang diprakarsai siswa diandalkan
untuk siswa untuk maju melalui proyek serta untuk pembelajaran mereka sendiri.
·
Keduanya membutuhkan tingkat inisiatif siswa
yang tinggi, siswa perlu mengembangkan motivasi dan keterampilan organisasi.
·
Keduanya meminjamkan diri untuk proyek jangka
panjang, PBL dapat digunakan secara singkat kerangka waktu tetapi ini tidak
mengurangi kemampuannya untuk digunakan secara efektif dalam jangka waktu yang
lebih lama, seperti biasanya dikaitkan dengan teknologi proyek.
·
Keduanya terbuka untuk hasil, memungkinkan
siswa kesempatan untuk memilih, setelah penelitian yang sesuai hasil itu
menarik minat mereka.
·
Keterampilan pengamatan diidentifikasi
sebagai memiliki prioritas tinggi, terutama di tahap awal selama identifikasi
masalah.
·
Refleksi siswa merupakan aspek penting dari
kedua model, siswa didorong untuk mengevaluasi sepenuhnya hasil yang telah
mereka capai.
·
Keduanya bergantung pada kerja kelompok.
Problem-based
learning has been used for professional training in medicine since the 1960’s
and is now used extensively in that field. It has also been implemented in
related health professions. It has been suggested by many as a solution to the
engineering education issues discussed above, and has been implemented to a
limited extent in some engineering programs.
Design is one of
the fundamental processes and activities in engineering (and basically all
other engineering activities relate to it e.g. implementation or construction
of designs or processes and maintenance of facilities or products). The
strategy for teaching design as has been practiced in engineering programs for
many years (although as stated in critical issue no.2, not to a sufficient
extent) has many similarities with the problem-based learning strategy. These
have been summarised by Williams & Williams [9] as follows:
· Both have a large number of phases or stages
through which to pass during the project or problem.
· Both start with an identified problem or
situation which directs the students’ area or context of study.
· Student initiated research is relied upon for
the student to progress through the project as well as for their own learning.
· Both require high levels of student
initiative, students need to develop motivation and organisation skills.
· Both lend themselves to long-term projects,
PBL may be used over a short time frame but this does not detract from its
ability to be used effectively over a longer time frame, as is usually
associated with technology projects.
· Both are open ended with regard to outcomes,
allowing the student the opportunity to choose, after appropriate research an
outcome that interests them.
· Observational skills are identified as having
a high priority, especially in the initial stages during identification of the
problem.
· Student reflection is an important aspect of
both models, the student is encouraged to evaluate fully the outcome they have
achieved.
·
Both
rely upon group work
2.2 Kajian Kritis
Dari beberapa kutipan diatas dapat
disimpulkan bahwa Problem-Based Learning
adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan permasalahan untuk
pembelajarannya. Siswa dituntut untuk memecahkan masalah mereka sendiri,
sehingga siswa lebih aktif di dalam kelas.
Tujuan
dari metode ini adalah untuk menghasilkan pengetahuan yang terpadu,
mengembangkan kemandirian, mengembangkan keterampilan, mengembangkan motivasi
belajar, mengembangkan kepedulian sosial, mengembangkan kerja sama,
meningkatkan adaptasi, mampu memecahkan masalah, dan meningkatkan kemampuan
berfikir kritis.
Karakteristik
metode ini yaitu student centered, membentuk kelompok kecil, guru sebagai
fasilitator, permasalahan menstimulus pelajaran, perolehan informasi secara
mandiri, dan mengembangkan keterampilan.
Kelebihan
metode ini ialah memotivasi siswa untuk aktif, memberi peluang siswa untuk
mengembangkan kreatifitas dan keterampilan, memfasilitasi integrasi kurikulum,
menguntungkan bagi guru karena metodenya berpusat ke siswa, meningkatkan
kemampuan berfikir kritis, membangun konsep pengetahuan sendiri.
Kelemahan
metode ini ialah tutor yang tidak biasa menggunakan metode ini akan kewalahan,
banyak orang yang terlibat, siswa memerlukan pengetahuan dari buku atau
internet, siswa kurang komunikasi dengan guru, iswa tidak yakin akan informasi
yang di dapat.
Metode
Pembelajaran Sintaks Problem-Based
Learning diantaranya yaitu mengorientasi siswa pada permasalahannya,
mengorganisasikan siswa untuk meneliti, membantu penyelidikan mandiri dan
kelompok, mengembangkan dan mempersentasikan exhibit dan artefak, dan menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Metode
Pengajaran Sistem Sosial Problem-Based
Learning yaitu guru berperan sebagai fasilitator yang berwenang untuk
mengarahkan siswa untuk memecahkan permasalahan yang telah diberikan dengan
menggunakan metode-metode atau tahapan yang sesuai.
Metode
Pengajaran Prinsip-Prinsip Reaksi Problem-Based
Learning yaitu Guru melibatkan siswa melalui proses pengembangan,
menentukan apa yang mereka ketahui dan apa yang harus mereka ketahui,dan
memutuskan bagaimana mereka manjawab pertanyaan mereka sendiri. Sebagai siswa
penelitian dan pemecahan masalah, para guru menawarkan saran ketika para siswa
tampak terjebak dan mengusulkan alternatif lain ketika penelitian atau solusi
mereka tampak tidak memadai.
Metode
Pembelajaran Sistem Pendukung Problem-Based
Learning mendukung penggunaan teknologi guna untuk membantu penyampaian
materi selama proses pembelajaran berlangsung.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Problem-Based
Learning adalah suatu metode pembelajaran yang
menggunakan permasalahan untuk pembelajarannya. Siswa dituntut untuk memecahkan
masalah mereka sendiri, sehingga siswa lebih aktif di dalam kelas.
Tujuan dari metode ini adalah untuk,
menghasilkan pengetahuan yang terpadu, mengembangkan kemandirian, mengembangkan
keterampilan, mengembangkan motivasi belajar, mengembangkan kepedulian sosial,
mengembangkan kerja sama, meningkatkan adaptasi, mampu memecahkan masalah,
meningkatkan kemampuan berfikir kritis.
Karakteristik metode ini yaitu student
centered, membentuk kelompok kecil, guru sebagai fasilitator, permasalahan
menstimulus pelajaran, perolehan informasi secara mandiri, mengembangkan
keterampilan.
Langkah-langkah PBL yaitu
mengklarifikasi definisi kerja, menganalisis implikasi, diskusi, evaluasi, dan
hipotesis kerja, menghasilkan tujuan pembelajaran, meneliti tujuan
pembelajaran, melaporkan kembali, mensintesis masalah.
Peran Guru adalah sebagai pemandu atau
fasilitator ytang berwenang untuk mengarahkan siswa untuk memecahkan
permasalahan yang telah diberikan dengan menggunakan metode-metode atau tahapan
yang sesuai.
Kelebihan metode ini ialah memotovasi
siswa untuk aktif, memberi peluang siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan
keterampilan, memfasilitasi integrasi kurikulum, menguntungkan bagi guru karena
metodenya berpusat ke siswa, meningkatkan kemampuan berfikir kritis, membangun
konsep pengetahuan sendiri.
Kelemahan
metode ini ialah tutor yang tidak biasa menggunakan metode ini akan kewalahan,
banyak orang yang terlibat, siswa memerlukan pengetahuan dari buku atau
internet, siswa kurang komunikasi dengan guru, siswa tidak yakin akan informasi
yang di dapat.
3.2 Saran
Model pembelajaran
merupakan komponen yang penting dalam proses belajar dan pembelajaran, karena
minat siswa dalam belajar tergantung dengan bagaimana guru tersebut
menyampaikan materi yang diajarkannya. Oleh karena itu, sebaiknya pendidik
memilih dengan bijak dengan mempertimbangkan beberapa factor untuk memilih
model pembelajaran yang akan menjadi dasar dalam menyampaikan materi
pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Albanese
Dan Mitchell. (1993). Problem Based
Learning : A Review
Of Literature On Its Outcomes And Implementation Issues.
Academic Medicine, Vol.(68), No.(1).
Of Literature On Its Outcomes And Implementation Issues.
Academic Medicine, Vol.(68), No.(1).
Arnyana. (2006). Pengaruh Penerapan
Strategi Pembelajaran Inovatif
Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Singaraja, No. (3) ISSN 0215 – 8250.
Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Singaraja, No. (3) ISSN 0215 – 8250.
Baden and Wilkie. (2006). Problem-Based Learning Online. New York,
USA: OZGraft.S.A.
USA: OZGraft.S.A.
Delisle. (1997). How to use Problem Based Learning in the Classroom.
Beauregard St : ASCD.
Beauregard St : ASCD.
Eggen and Kauchack. (2016). Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta
:
PT.Indeks.
PT.Indeks.
Hariyati et all. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe
Team Assisted Individualization (Tai) Dan Problem Based
Learning (Pbl) Pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari
Multiple Intelligences Siswa Smp Kabupaten Lampung Timur
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika, Vol. (01), No. (7) ISSN: 2339-1685.
Team Assisted Individualization (Tai) Dan Problem Based
Learning (Pbl) Pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari
Multiple Intelligences Siswa Smp Kabupaten Lampung Timur
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika, Vol. (01), No. (7) ISSN: 2339-1685.
Huriah. (2018). Metode Student Center Learning Aplikasi pada
Pendidikan Keperawatan. Jakarta :Prenadamedia Group.
Pendidikan Keperawatan. Jakarta :Prenadamedia Group.
Joyce et all. (2016). Model of Teaching edisi kesembilan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Pustaka Pelajar
Mergendoller
et All. (2006). The Effectiveness Of
Problem-Based
Instruction: AComparative Study Of Instructional Methods
And Student Characteristics. Interdisciplinary Journal Of
` Problem-Based Learning, Vol.(1).
Instruction: AComparative Study Of Instructional Methods
And Student Characteristics. Interdisciplinary Journal Of
` Problem-Based Learning, Vol.(1).
Mills And Treagust.
(2003). Engineering Education – Is Problembased Or
Project-Based Learning The Answer? Australasian Journal Of
Engineering Education Issn 1324-5821
Project-Based Learning The Answer? Australasian Journal Of
Engineering Education Issn 1324-5821
Muniroh. (2015). Academic Engagement. Yogyakarta : PT.LkiS Printing
Cemerlang.
Cemerlang.
Neville. (2008). Problem-Based Learning And Medical Education Forty
Years On A Review Of Its Effects On Knowledge And Clinical
Performance. Medical Principles and Practice, ISSN : 1011–7571
Years On A Review Of Its Effects On Knowledge And Clinical
Performance. Medical Principles and Practice, ISSN : 1011–7571
Sadia. (2007). Pengembangan
Kemampuan Berpikir Formal Siswa
Sma Melalui Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based
Sma Melalui Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based
Learning
” Dan “Cycle Learning” Dalam Pembelajaran
Fisika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA No.(1)
ISSN 0215 – 8250.
Fisika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA No.(1)
ISSN 0215 – 8250.
Smits et all. (2002). Problem
based learning in continuing medical
education:a review of controlled evaluation studies. BMJ, Vol.
(324)
education:a review of controlled evaluation studies. BMJ, Vol.
(324)
Sudewi et all. (2014). Studi Komparasi
Penggunaan Model Pembelajaran
Problem Based Learning (Pbl) Dan Kooperatif Tipe Group
Investigation (Gi) Terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi
Bloom.e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi IPA, Vol. (4).
Problem Based Learning (Pbl) Dan Kooperatif Tipe Group
Investigation (Gi) Terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi
Bloom.e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi IPA, Vol. (4).
Wasonowati et all. (2014). Penerapan Model Problem Based Learning
(Pbl)Pada Pembelajaran Hukum - Hukum Dasar Kimia Ditinjau
Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2
Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia
(JPK), Vol. (3), No. (3) ISSN 2337- 9995.
(Pbl)Pada Pembelajaran Hukum - Hukum Dasar Kimia Ditinjau
Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2
Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia
(JPK), Vol. (3), No. (3) ISSN 2337- 9995.
Komentar
Posting Komentar